Sabtu, 10 Juni 2017

PERTEMUAN YANG MENYESAKKAN DADA


Siang itu udara terasa panas, sinar matahari menyengat kulitku namun aku tetap terus melaju dengan sepeda motorku kearah selatan kota Yogyakarta menuju Rumah Sakit Panembahan Senopati di kabupaten Bantul DIY. Motorku melaju meliak-liuk dan sedikit zik-zak diantara kendaraan disepanjang jalan menuju rumah sakit, aku harus buru-buru karena informasi yang aku dapat adalah ada salah satu kawanku saat ini sedang dirawat dirumah sakit, karena kecelakan lalu lintas akibat bertabrakan dengan truk. Informasi yang aku terima, sampai saat ini kawanku belum sadarkan diri karena kemungkinan ada benturan dikepala.

Pukul 11.15 WIB aku tiba dipelataran rumah sakit. Motor aku parkir dan segera bergegas menuju ruang ICU. Sesampai diruang ICU aku langsung menuju keruang perawat untuk menanyakan kondisi & perkembangan terakhir kawanku. Ada perasaan lega dalam hatiku bahwa saat ini kawanku telah dipindah keruang perawatan biasa sejak pagi tadi pasca visite dokter, itu artinya kondisinya telah membaik tidak separah yang aku dengar. Aku pun bergegas menuju ruang Flamboyan yang diperuntukkan bagi pasien penyakit dalam dan syaraf.

Saat ini aku berada persis di depan ruang 1002 dan dipintu masuk ruang terdapat nama pasien beserta nama dokter yang merawatnya. Aku ketuk pintu ruangan  tersebut, didalamnya aku melihat kawanku yang sedang berbaring dan ditemani seorang wanita yang tidak lain adalah ibunya. Aku sempat bersalaman dengan ibu kawanku yang terlihat tegar menerima musibah ini dan Aku pun memberanikan diri untuk medekati kawanku yang sedang tidur akibat pengaruh obat yang diberikan oleh dokter dirumah sakit tersebut. Aku pandangi dirinya dan aku sangat bersyukur bahwa teranyata kondisi kawanku ini baik-baik saja dan tidak seperti yang aku kuatirkan.

Sayup-sayup terdengar kumandang adzan dhuhur, aku berpamitan dan langsung menuju masjid yang ada di komplek rumah sakit. Setelah selesai sholat aku berinisiatif untuk makan siang di kantin rumah sakit, maklum saat ini memang waktunya makan siang. Aku masuk ke kantin rumah sakit yang cukup luas, aku duduk di sisi kiri kantin, sengaja aku tidak mengambil makan terlebih dahulu namun aku memilih duduk santai dimeja yang kosong karena aku teringat ada laporan yang harus segera Aku kerjakan. Aku keluarkan laptopku dari dalam tasku.

Ketika Aku sedang asyik dengan laptopku tiba-tiba Aku kedatangan seorang wanita yang sangat Aku kenal, Dia membawa piring berisi tempe penyet ditangan kirinya  dan segelas teh panas ditangan kanannya. Siapa wanita itu?. Ya, dia adalah mantan terindah-ku, Anisa namanya, aku tahu dia memang bekerja dirumah sakit ini sebagai seorang perawat. Dan uniknya Aku dan dia meski berada dalam satu kota namun aku sangat jarang atau bahkan tidak pernah bertemu. Memang kami sepakat untuk mengakhiri hubungan kami, aku beritikad kuat untuk tidak pernah dan tidak mau menemui dia lagi. Hal ini aku lakukan demi menjaga perasaan pasanganku agar tidak terluka, karena aku tahu bagaimana rasanya 'sakit' dikhianati cinta. glodak!.

“ Ini aku bawakan untuk sampeyan ” Kata Anisa, mengawali pembicaraan kami. Aku tersenyum melihatnya, bahwa Anisa masih ingat betul menu kesukaanku.

“ Bagaimana kabarmu?” Aku mulai membuka pembicaraan.

“ Alhamdulillah baik Mas ” Jawab Anisa singkat.

“ Kabarnya Bapak, Ibu, Suami dan Anak-anakmu?”. Tanyaku lagi.

“ Alhamdulillah, semua kabarnya baik Mas”. Jawab Anisa lagi.

Mendengar jawaban itu akupun ikut senang mendengarnya. Disela-sela pembicaraan, aku sempat memperhatikan wajahnya dan nampak bekas kaca mata di pangkal hidungnya yang mancung itu,

“ Kamu sekarang pakai kaca mata?” Tanyaku.

“ Bukan Mas, ini bekas kaca mata jalan saja agar ketika dijalan mataku bisa terhindar dari debu”. Jawabnya dengan semangat dan panjang lebar. 

Tanpa aku sadari rupanya Anisa pun juga memperhatikan aku terus, hingga akhirnya akupun memintanya untuk tidak menatapku seperti itu sebab tatapan mata itu membuatku kuatir dapat melambungkan khayalku ke langit dan selanjutnya melemparkan diriku kedasar jurang yang amat dalam. Dan itu sakit!.

Tanpa terasa waktu sudah berjalan sekitar setengah jam. Aku pun sambil berdiri mengucapkan kata pamit, karena aku tahu, Anisa juga harus bekerja dan Aku harus pulang untuk segera merampungkan laporanku dikantor. Namun, Anisa tetap duduk di kursinya sambil memainkan jari-jarinya dengan selembar tisue yang ada di meja makan. Akupun kembali duduk di kursiku, Aku melihat diwajahnya ada sesuatu yang nampak berat jika Aku harus pergi. Anisa hanya diam dan tidak menatap wajahku.

Ada yang mengganjal dalam hatiku,  Apa yang terjadi?. Apakah ada kata-kataku yang menyakita hatinya?. Sepertinya tidak!.  Aku pun terpaksa menunda beberapa menit untuk beranjak dari kursi, namun tetap tidak ada kata-kata yang keluar sepatah katapun dari mulut kami, kami hanya diam seribu bahasa. Hingga akhirnya Anisa dengan kata-kata yang terasa berat berkata seperti bertanya namun pertanyaan yang tidak tuntas,” Mas… ?“. Itulah kata terakhir yang keluar dari mulutnya. lalu aku perhatikan air matanya menetes di kedua pipinya, lalu diusapkan dengan selembar tisue. Dan.... Anisa pergi begitu saja meninggalkan diriku sendiri. Sementara aku hanya bisa diam terpaku menatapnya pergi meninggalkanku hingga menghilang dibalik tembok ruangan rumah sakit.

Aku beranjak dari kursi menuju parkiran sepeda motor. Setelah perlengkapan sepeda motor aku kenakan, akupun kembali ke kantor dan sengaja melewati jalanan yang dulu pernah Aku dan Anisa lewati bersama. Jalanan itu masih seperti dulu, masih diliputi persawaan dan kebun tebu. Perjalanan makin lama dan panjang, namun pertemuan yang tidak disengaja itu masih membayang-bayang disepanjang perjalanan. Dipikiranku mulai bercampur aduk tak karuan, mengapa bisa begini? Mengapa dia menangis?. Mengapa bisa begitu?. Apakah dia tidak bahagia?. Apakah semua ini salahku?. Bukankah dia yang….???. bla..bla..bla...

Semua pertanyaan-pertanyaan itu terus dan terus mengiang-ngiang ditelingaku sepanjang perjalanan, hingga akhirnya semua jadi berubah. Nafasku mulai terasa sesak dan aku mulai susah bernafas, Dadaku terasa berat seperti ada beban berat sekitar 50 kg yang menimpa dadaku ini. Motor yang aku kendarai mulai oleng dan tak terkendali bahkan hampi-hampir menabrak orang yang akan menyeberang jalan. Dan orang yang akan  Aku tabrak itu berkata, “ Mas, bangun mas, Sahur besok puasa..!.”

Oalah... ternyata itu hanya mimpi dan ternyata beban berat yang menyesakkan dadaku adalah istriku. Pantes antep, karena memang begitulah cara istriku biasanya jika membangunkan aku dari tidur  jika aku sulit dibangunkan. Hehehe….










Memorysahur hari15ramadhan1438h