Rabu, 19 September 2018

SAMAR BAYANGAN - Nicky Astria

Langkah semakin hilang jejak
Dihembus angin duka
Kini tinggal samar bayangan
Tak bisa lagi berdiri
'Tuk menantang cinta ini
Mengapa harus ku sendiri pertahankan
Cinta yang berdarah ini oh...

Hati masih merindu sedih
Walau hujan berapi
Membakar di bumi hatiku
Andainya putus katamu
Ingin pergi dariku cuma
Kau menyesali

Segalanya akan aku tempuhi
Biar pun sejuta duri
Menikam bisa hatiku
Menusuk pilu kalbuku
Akan aku teguh berdiri lagi oh..
Biarkanlah diriku sendiri
Hadapi kelukaan ini
'Kan ku sambut airmata ini
Walaupun pedihnya tiada terperih

Langkah semakin hilang jejak
Dihembus angin luka
Kini tinggal samar bayangan
Andainya putus katamu pergi
Tinggalkan daku Janganlah
kau menyesali lagi


Video klip : Samar bayangan, Nicky Astria'

Senin, 17 September 2018

1/2

Kisah ini menceritakan hubunganku dengan seorang wanita bernama Anisah. Anisah adalah seorang wanita yang pernah hadir dalam kehidupanku, meskipun aku tak begitu mengenal kepribadiannya, namun begitu membekas, karena kisah ini bagiku adalah sebuah kisah yang tak mudah terlupakan. 


BAGIAN SATU

Salah perlakuan,
Saat pertama aku masuk kerja di sebuah sarana kesehatan, saat itu usiaku masih terbilang belum terlalu dewasa. Rata-rata para pekerjanya ( yang memang kebanyakan wanita ) usianya diatasku atau setidaknya ‘sepantaran’dengan usia kakakku. Celakanya, aku tidak memiliki kakak perempuan, sehingga mereka semua aku anggap seperti kakakku, yang begitu akrab dan selalu ingin berbuat baik.
Seiring waktu, mulai ada penambahan karyawan baru. Rata-rata yang diterima adalah pegawai wanita dan usianya masih dibawahku, maklum mereka adalah termasuk fresh graduate. Ternyata tanpa aku sadari ternyata mulai muncul masalah baru, yakni kesalahanku memperlakukan karyawan baru (  wanita ) yang usianya dibawahku seperti perlakuanku terhadap karyawan wanita senior yang aku anggap seperti kakakku.  Dimana keakrabanku dan keinginan untuk selalu berbuat baik kepada semua karyawan, termasuk yang usianya lebih muda dariku ‘dianggap’ seperti bentuk perhatian dan rasa suka / cinta.

Gara-gara manten,
Suatu ketika ada undangan pernikahan diluar kota, tepatnya di dusun nDiwek, kabupaten  Jombang atau sekitar 70 KM dari kota Surabaya. Karena banyak karyawan yang menghadirinya, maka aku ditugas oleh perusahaan untuk menyewa mobil sekaligus drivernya ( saat itu aku belum bisa nyopir ).
Saat itu aku menyewa mobil kijang di daerah stasiun Semut, Surabaya. Sedangkan drivernya adalah temanku yang saat itu telah bekerja di Pelabuhan Perak Surabaya. Temanku ini adalah orang yang begitu aku kenal,  sebab dia adalah temanku sedari SD sampai SMA yang kebetulan rumahnyapun  tidak terlalu jauh dari rumahku.
Dalam perjalanan pulang, didalam mobil yang di sopiri temanku ini, susananya sangat seru penuh keakraban, maklum satu mobil berisi penuh penumpang. Dan dalam suasana itulah, mungkin ada tutur kata atau tindakkanku yang berlebihan / keterlaluan sehingga menimbulkan persepsi yang berbeda. Seperti kisah diawal, ini adalah salah satu bentuk ‘salah perlakuanku’ terhadap seorang Wanita yang biasa aku panggil dengan nama panggilan Tya ( bukan Anisah ).

Menolak cinta, 
Dalam perkembangan hari-hari selanjutnya, aku dan Tya semakin akrab. Hingga suatu hari, Tya menemuiku dan mengatakan bahwa Tya ingin ngomong empat mata dengan aku. Disalah satu ruangan yang ada mejanya kami berbicara. Intinya Tya mengatakan ‘ia menyukaiku’ sambil menanyakan bagaimana dengan (sikap)ku. Mendengar itu aku sangat kaget!. Dibenakku aku tidak menyangka hal ini akan terjadi, aku tidak siap, aku masih pingin ‘hidup bersama adik-adikku’ yang masih kecil-kecil dan yatim. Lalu aku sampaikan penolakkanku secara halus. Aku sampaikan bahwa, aku ini orang yang tidak baik, brengsek dan seterusnya.
Pun, Tya bisa menerima keputusanku meski ( sepertinya ) dia kecewa. Lalu Tya menyampaikan permintaannya yang kedua, yaitu agar dia dikenalkan pada temanku yang menjadi driver saat acara pernikahan di Jombang beberapa waktu sebelumnya. Namun untuk kedua kalinya aku menolak meski aku tidak menyampaikan alasan secara terbuka karena aku tidak ingin membuka ‘keburukan’ seorang  apalagi temanku sendiri.
Namun permintaan Tya tidaklah berhenti sampai disitu. Untuk yang ketiga, Tya memintaku agar aku bersedia untuk ( dianggap ) ‘seperti kakaknya’ dan aku tidak keberatan karena aku tak ingin Tya kecewa. Selanjutnya Tya mengajakku untuk mengantarkannya ke acara ‘perpisahan sekolah’ adik kelas (?) ke gedung Cak Durasim di jalan Gentengkali Surabaya.

Gara-gara Jaket,
Pada waktu yang ditentukan, malam itu Tya datang ke kantor naik motor untuk menjemputku. Maklum saat itu Aku memang tinggal / sering tidur dikantor meski rumahku di surabaya. Kemudian kami pun berboncengan menuju gedung Cak Durasim.
Sesampai di lokasi, Aku memarkir motor di sekitar pintu masuk gedung. Bagiku Gedung Cak Durasin bukanlah asing karena beberapa kali aku ke gedung itu. Yang terakhir adalah pada saat acara perpisahaan SMA ku. Setelah motor aku parkir, Aku merasakan hawa saat itu cukup dingin, lalu aku menawarkan pada Tya agar memakai jaket yang aku kenakan. Tya pun menerima penawaranku, disini ( sepertinya akan ) muncul masalah baru, karena pada saat itu, akulah yang mengenakan jaket itu pada tubuh Tya.
Pada saat itu sebenarnya aku mulai kuatir jika tindakanku mengenakan jaket itu ditafsirkan keliru, yakni sebagai bentuk perhatian lebih dsb. Namun Aku tetap berharap agar tindakanku itu adalah bentuk perhatian kakak terhadap adiknya.     

Kenakalanku yang membuat Tya marah, akupun juga!.
Bisa jadi setelah peristiwa di Cak Durasim itu membuat Tya salah arti, salah mengartikan perhatian seorang kakak bukan perhatian kepada kekasih, hingga ( mungkin ) Tya merasa nyaman bersamaku.
Suatu ketika ( astaqfirulloh... ) atas kenakalanku, aku ( maaf ) sempat menyingkapkan rambut wanita teman kerjaku yang tergerai menutupi telinganya. Dan hal itu ternyata diketahui oleh Tya. Tya pun marah ( mungkin cemburu ? ) lalu akupun ( mungkin salahku juga ) ikut-ikutan marah. Aku merasa Tya sudah terlalu jauh ‘mengatur’ masuk  dalam kehidupanku.
Suatu ketika, tidak lama dari kejadian diatas, Tya menemuiku. Tya sambil menangis minta maaf atas  sikapnya waktu itu, dalam diam aku memaafkannya namun betapun itu tetap membuat aku kecewa. ( mungkin aku salah ) tapi bagiku ‘cinta tak boleh dipaksakan’.
Atas kejadian tersebut, ada hikmah yang aku ambil  yakni  aku harus hati-hati dalam pergaulan dengan wanita dan ‘tidak bermain api cinta karena nanti kuatir bisa melukai hatinya’ seperti Tya. 
Ya Tuhan ampunilah semua dosa-dosaku.

pelajaran pertama : Cinta tak boleh dipaksakan


BAGIAN DUA

Promosi Mutasi Jabatan
Pada awal 1997, aku dipanggil oleh pimpinan cabangku untuk ditawari / dipromosikan di kantor cabang yang baru ( Jogja ). Setelah aku berdiskusi dan mendapat restu dari orang tuaku ( ibuku ) akhirnya aku  memutuskan untuk menerima tawaran tersebut.

Tugas sementara di Jogja
Sambil menunggu waktu kepastiannya, sekitar bulan April 1997, aku ditugaskan ke cabang Jogja selama sekitar seminggu untuk membantu persiapan soft opening kantor cabang tersebut, utamanya dibagian radiologi.

Main di Pantai Parangtritis,
Selama sekitar seminggu di Jogja, aku sempat bermain ke pantai Parangtritis bersama temn-teman kantor. Kami berangkat dengan menggunakan mobil kantor ( saat itu aku sudah bisa nyopir ) Izusu Phanter warna putih.
Kami semua sungguh menikmati suasana itu. Ada yang mainan payung dibawah terik matahari, mainan ombak, naik andong, jalan-jalan dipinggir pantai, atau sekedar duduk-duduk sambil minum air kelapa muda dan tentu saja photo bareng.

Saatnya pamit
Pada saat aku akan berpamitan dengan Anisah ( yang saat itu ada di ruang treadmill bersama teman-teman wanita lainnya), aku sempat ‘dihadang’ oleh teman sekamar Anisah sambil mengatakan dengan bercanda (?) bahwa saat ini Anisah sedang ‘menangis’ (?) gara-gara aku.
Namun Aku tetap saja cuek sambil berusaha mendekati Anisah namun tetap saja tak berhasil, dengan sedikit berbicara agak keras ( karena jarakku dengannya sekitar dua meter ) aku pamit pulang dan  kasetnya Anisah yang ada padaku pun ‘diberikan’ padaku setelah aku memintanya.

Saatnya balik
Sesampai stasiun Tugu Jogja aku langsung masuk ke dalam gerbong kereta api.  Disaat menunggu  KA Sancaka berangkat, tiba-tiba aku teringat pada peristiwa yang baru saja aku alami. Sebuah peristiwa menetasnya air mata (?) ketika aku pamitan pulang ke Surabaya.
Dan aku mulai bertanya-tanya, apakah Anisah jatuh hati padaku?. Dan aku mulai sedikit cemas, karena jika memang Anisah benar-benar jatuh hati padaku maka itu artinya ‘aku telah mengulangi kesalahanku' yang sama, yakni sebuah kesalahan yang menyebabkan ada ( lagi ) wanita yang jatuh hati padaku dan ( mungkin ) akan kecewa lagi karena aku tak siap.
Dalam perjalanan pulang balik yang menempuh waktu sekitar 4,5 jam itu aku sampai pada kesimpulan yakni jika Anisah benar jatuh hati padaku maka 'aku akan menerimanya' tentu dengan maksud agar tak ada lagi wanita yang hatinya terluka olehku. Apalagi pada akhirnya nanti aku ( insyaallah ) pasti akan kembali ke Jogja untuk pindah tugas.

Kembali beraktifitas di kota buaya,
Sejak kembali beraktifitas di kota asal, semua berjalan seperti biasa, hanya saja 'dampak' dari hubungan burukku dengan Tya membuat aktifitasku tidak begitu nyaman, rasa-rasanya pingin segera pindah tugas ke Jogja agar aku tak terbebani oleh 'kebodohanku' sendiri. 

Terpikat
Dalam kondisi yang seperti itu, justru aku merasakan 'kehadiran Anisah' dapat menemani setiap aktifitasku yang diwarnai canda tawa mesti sebatas berkomunitas lewat telepon saja. Dan ternyata ( menurutku ) aku semakin dekat dan bisa dibilang aku mulai 'terpikat oleh pesona' yang ada pada diri Anisah. Pun dalam beberapa kesempatan, jika ada teman-teman yang bertugas ke Jogja, aku sempatkan titip sebuah kaset yang lagi ngehits pada saat itu.

Surat tugas,
Pada akhirnya surat untuk mutasi / pindah ke kantor cabang di Yogyakarta sudah di tanganku. Sayangnya, yang tertulis di surat itu bukan surat mutasi namun surat tugas selama selama 3 bulan, yakni terhitung mulai tanggal 18 Agustus 1997 s/d 19 November 1997.

Persiapan pindah mutasi,
Banyak hal yang harus aku persiapkan, mulai meminta restu ibuku yang juga orang tuaku yang tinggal satu-satunya, juga tak lupa ‘kepastian hubungaku dengan Anisah’. Hal ini bagiku sangat penting, karena sebagai langkah awal dalam menentukan langkahku selanjutnya pada aku saat sudah ‘menjadi orang jogja’.
Dua minggu menjelang keberangkatanku ke Jogja, sebagai laki-laki aku ngalahi untuk nembak Anisah, namun jawaban yang aku terima saat hanya sebatas ‘berteman saja’.
Mendengar jawaban itu, aku tidak kecewa. Bagiku yang terpenting adalah ‘kepastian’ agar kisahku dengan Tya tidak terulang kembali. Kalau persoalan ‘pertemanan’ bagiku itu bukan masalah besar, sebab bagiku ( seperti pelajaran pertama ) ‘cinta tak boleh dipaksakan’. 

Percaya, 
Aku berpikir bahwa pada saat di Jogja nanti, aku harus tetap ganteng maksimal dan baik kepada semua orang termasuk kepada Anisah, Meskipun Anisah menolakku dan menganggap aku sebatas teman, namun aku masih percaya 'cinta bisa tumbuh dari pertemanan'. Tentu pertemanan yang harus diawali oleh sikap positif, saling mengenal dan bukan menutup diri.




BAGIAN TIGA

Aku kembali,
Pagi itu adalah hari pertama aku mulai bekerja di kantor cabang Yogyakarta. Yang aku bayangkan saat itu adalah suasana keakraban seperti saat pertama aku datang ke Jogja dahulu. Namun ternyata dugaanku meleset, aku merasakan kehadiranku ‘tidak asik’ bagi semuanya termasuk Anisah. bahkan aku merasa bahwa kehadiranku seolah-olah hanya untuk mengemis cinta.

Kecewa #1,
Aku sangat memahami kondisiku saat itu, aku tak ingin menyalahkan siapapun. Aku paham, bagiku penolakan adalah sebuah resiko, namun apakah aku salah jika aku ngomong bahwa aku jatuh hati?. Hal itu aku lakukan demi 'sebuah kepastian' agar aku tak melukai hati wanita ( lagi ) dan demi masa depanku untuk meniti langkah hidup di negeri orang.
Bahkan aku sangat memaklumi jika ternyata Anisah sudah punya teman dekat yang lebih segalanya dibanding dengan diriku aku maklum, namun mestinya : ah...biasa ae pok'o  ( biasa saja ).

Photo 20R
Saat itu sebenarnya tak banyak yang ingin aku lakukan, aku cukup tahu diri. Aku hanya ingin menunjukkan dan memberikan phas photo ukuran 20R ke Anisah  saat di Pantai Parang Tritis. Andai kesempatan itu ada tentu aku sangat senang meski setelah itu dirobek atau dibuang.

Sendiri,
Sejak saat itu aku merasakan hidupku sepi sendiri, hanya niat ‘berhijrah’ demi hidupku, orang tua dan adik-adikku serta niat untuk menjalin silaturahmi dengan keluarga dari bapakku saja yang membuat aku ‘harus kuat’ emboh piye carane ( entah bagaimana caranya ).
Aku merasa kehadiranku hanya untuk ‘mengemis cinta’ semata. Maka ketika aku ‘menyimpan / memajang’ poto Anisah dikamarpun ada seorang kawan ‘mentertawaiku’, pun ketika aku membantu dua teman wanita yang tidak bisa memasang / merangkai  almari baju dari plastik aku dibilang menaruh hati padanya. Aku jadi berpikir semudah itukah aku jatuh cinta?. Apakah sama antara berbuat baik dan menaruh hati?.  Ya sudahlah aku terima!.

Tugas ke Bandung,
Dalam suasana yang kurang nyaman tersebut, tiba-tiba ada kabar dari kantor pusat bahwa aku akan di tugaskan ke kantor cabang Bandung selama dua minggu. Bagiku itu adalah kesempatan yang baik untuk sementara  ‘bisa lari dari kenyataan’ he he he.

Sendiri ( lagi ),
Setelah kembali ke Jogja, keadaan tidak begitu berubah termasuk sikap Anisah. Rasa 'perih' itu makin menghujam dan semakin dalam. Aku sendiri dan sendiri lagi tanpa siapapun, aku rapuh!.
Dan kini aku jadi mengerti rasanya sakit!. Ya... mungkin begini rasanya mencintai seseorang yang ternyata orang tersebut tidak mencintai aku. Dalam 'kehancuran' itu, aku beritikad untuk 'menerima' bila ada ( lagi ) wanita yang jatuh hati padaku, siapapun itu, agar tidak ada lagi hati wanita yang merasa 'sakit' oleh tindakkanku.

pelajaran kedua : Aku jadi tahu, mungkin begini rasanya mencintai orang yang ternyata tidak mencintai aku.

Berpikir positif, 
Aku tetap berpikir positif, ini mungkin yang dinamakan 'karma' / balasan dari Tuhan YME atas semua perbuatanku yang telah mengecewakan Tya atau wanita lain. Dan jika hal itu benar, maka ( insyaallah ) aku siap menerimanya. Biar aku tanggung 'karma' ini asal orang yang merasa aku kecewakan bisa bahagia, karena bagiku yang penting dosaku terampuni dan karma ini cukup aku yang menanggung, asalkan tidak pernah menerpa adik-adikku bahkan anak keturunanku kelak.
Atau mungkin juga ini yang dinamakan takdir. Dan kalau toh ada pikiran untuk membalas, justru ( mungkin ) aku akan membalasnya dengan 'keindahan dan romantisme' dan bukan emosi apalagi angkara murka. karena ada pepatah yang mengatakan 'wanita tak bisa menyimpan rahasia walau satu hari, namun wanita bisa menyimpan cintainya sampai seribu tahun'.

Move on #1,
Aku sadar semua telah terjadi, ibarat  nasi sudah terlanjur menjadi bubur, sekali layar terkembang pantang surut ke belakang, terlanjur basah mandi sekalian maka, tak ada kata lain selain aku harus move onaku kudhu kuat, aku ora popo aku baik-baik saja.
Selamat tinggal Anisah.....!.
Selanjutnya, dengan gaya Suroboyoan dan  tanpa kemunafikan sekalian saja aku tunjukkan ‘rasaku’ pada Anisah ke semua orang dan aku tak peduli kata orang, aku tak peduli Anisah berubah pikiran jadi suka padaku atau tidak. Sekali lagi aku tak perduli!!!. Pokok e move on.

Blunder,
Namun ternyata hal itu menjadi blunder. ‘Rasaku’ kepada Anisah yang aku tunjukkan kesemua orang ternyata tanpa aku sadari ternyata secara perlahan namun pasti justru masuk dan mengisi kekosongan hati ini yang rapuh dan hancur berantakan tak karuan.

Perang bathin, 
Dalam kondisi tersebut, di dalam jiwaku terjadi bukan hanya 'konflik bathin' namun 'perang bathin'  yang maha hebat. Disatu sisi hatiku berkata, "Cukup dan selamat tinggal, tak perlu memaksa orang untuk mencintai kita apalagi harus sampai mengemis cinta karena cinta tak boleh di paksa".  Di sisi yang lain berkata, "Aku tak bisa mengingkari hati nurani bahwa aku mulai merasa telah jatuh hati".

Kompromi,
Pada akhirnya hal ini memaksaku untuk berkompromi dengan diriku sendiri, Ya.. 'aku harus pergi' meninggalkan Anisah namun 'ijinkan aku tetap' bersama Anisah meskipun hanya sebatas bayangan.

Mencintai sebuah bayangan,
Ya, bayangan indah seorang wanita yang mengisi hati dan hari-hariku dalam kesendirian. Selanjutnya  ’di alam nyata’ aku menganggap Anisah sudah tak ada, entah kemana dan mungkin Anisah telah menjauh dariku. Bagiku yang ada di mataku hanyalah sebuah ‘bayangan’ yang mirip dan bahkan sangat mirip dengan Anisah tapi bukan Anisah.

Hadirnya wanita lain dalam kehidupanku, 
Dalam kesendirianku, ditambah pula kondisi lingkungan yang tak kunjung membaik, akhirnya ada seorang wanita yang hadir dalam kehidupanku. Meskipun pada akhirnya aku menjalin hubungan dengan wanita itu ( yang juga masih satu kantor dengan ku ) namun aku menyimpan hubungan ini baik-baik hingga tak ada seorang pun yang tahu termasuk Anisah.
Hubunganku dengan wanita tersebut bukanlah hubungan yang ‘diumbar’ kepada semua orang namun hubungan dua anak manusia yang senyap dan tak perlu di deklarasikan / diproklamirkan.

Mulai berubah,
Setelah tiga bulan di Jogja, aku mulai mengamati perubahan sikap Anisah yang mulai membaik kepadaku. Aku tak tahu sebabnya, mungkin ada hubungannya dengan masa tugasku yang telah berakhir di bulan November 1997 namun nyatanya aku masih di Jogja. 
Hingga pada suatu ketika, aku mendengar sendiri dari seorang pimpinan cabangku yang mengatakan bahwa tenyata ‘Anisa nothing to lose’ telah jatuh hati padaku. Demikian juga dengan yang disampaikan oleh atasannya langsung Anisah yang mengatakan hal yang senada. Namun semua terlambat. Maafkan aku Anisah!.

Kecewa #2,
Hal itulah yang membuatku ‘sangat kecewa’, mengapa Anisa begitu tega ‘menyiksaku' selama ini, kalau ternyata Anisah jatuh hati padaku?. Mengapa pula Anisah menyatakan sikapnya setelah ada wanita lain yang hadir dalam kehidupanku?. Sungguh aku kecewa!!. Aku tak menyangka wanita seindah Anisah mampu melakukan hal itu padaku !.
Kini kenyataan itu tak menjadi mudah. Sebab tak mungkin juga aku ‘melepas’ wanita itu demi meraih cinta Anisah. Karena jika aku melepas cinta wanita itu berarti aku akan menyakiti hati wanita lagi dan bagiku itu hal yang tak mudah melakukannya karena aku tahu bagaimana rasanya sakit, sakit ditinggal oleh orang aku cintai karena ternyata orang itu tidak mencintai aku.

Rumit,
Sementara semua orang tidak ada yang tahu hubunganku dengan wanita itu, Aku tetap terus berbuat baik kepada Anisah. Di kesehariannya aku masih menunjukkan sikap ‘ketertarikkanku’ pada Anisah secara ‘terbuka’. Hingga ‘sepertinya’ Anisah semakin ‘nyaman’ dengan keadaan itu.
Waktu terus bergulir, sedangkan yang aku mulai ‘merasakan’ ada semacam ‘isyarat’ dari diri Anisah agar aku ‘kembali’ lagi mendekat dan ‘menunjukkan keseriusan padanya. Namun lagi-lagi itu menjadi masalah yang amat rumit bagiku karena hati terus berkata, “mengapa baru sekarang?”. Setelah kau abaikan aku, setelah aku bersama yang lain, tiba-tiba kau berubah sikap 180 derajat!?.
Disatu sisi, harus aku akui tanpa kemanafikan, aku pernah mengungkapan kata jatuh hati pada Anisah ( dan semua orang tahu ) namun disisi lain bagaimana dengan wanita yang kini bersamaku?. Haruskah aku putuskan cinta wanita itu lalu aku ‘kembali’ pada Anisah?. Tentu persoalannya tak segampang itu !.
Ini bagiku adalah persoalan komitmen yang harus di jaga. Bukan aku diam dengan persoalan yang aku hadapi saat itu. bahkan aku pernah berkali mencoba untuk ‘memutuskan’ hubunganku dengan wanita itu, namun aku tak tega, aku tak mampu, aku tak sampai hati, aku tak bisa!, karena aku bisa membayangkan bagaimana rasanya disakiti orang yang kita cintai. Aku tak mau menyakiti hati wanita ( lagi ) karena nenekku, ibuku juga adikku juga wanita. Cukup aku yang (pernah) merasakannya.
Lagi pula dia adalah wanita yang baik luar biasa hingga aku tak menemukan alasan untuk melepasnya.

Di ‘panasi’- Banting stir,
Masih berhubungan dengan perubahan sikap Anisah kepadaku. Suatu ketika aku dan seorang kawan pria di amanahi untuk menjabat sebagai seorang ( semacam ) supervisor diperusahaanku. ( sepertinya dan ini mungkin hanya perasaanku saja ) beberapa teman wanita termasuk Anisah dan pimpinan,  beramai-ramai membuat acara ‘semacam’ syukuran untuk kami berdua.
Menu yang disajikan saat itu seingatku adalah penyetan, ada tahu, tempe, lele dan lalapan serta tak ketinggalan sambal. Sebelum acara makan di mulai, ada seorang wanita ( yang juga atasan langsung Anisah ) membisikiku bahwa Anisah bergitu bersemangat menyiapkan acara itu ( sebagai bentuk dedikasi Anisah kepadaku ) dan sambel penyetan itu adalah sambel spesial yang membuat Anisah ( ah,,, entah benar atau tidak )
Pada akhirnya acara itu berlangsung dengan meriah, dan dalam pelaksanaanya ( menurut perasaanku lagi ) Anisah selalu berusaha ‘mencuri’ perhatianku namun ( maaf aku selalu menghindar ). Hingga ia nampak frustasi karena tak dapat respon dariku, dan untuk menutup rasa itu, Akhirnya Anisah langsung ‘banting stir’ dengan ( seolah-olah ) acara yang ia perisiapkan itu bukan didedikasikan untuk aku tapi untuk kawanku yang sama-sama diamanahi jabatan ( semacam ) supervisor itu, mungkin juga hal itu untuk 'memanasi' aku.

Akrobat asmara,
Tindakkan Anisah untuk banting stir dengan 'menjalin' hubungan dengan kawanku, menurutku itu mirip akrobat, karena aku tahu Anisah tak mencintai kawanku. Tindakan Anisah itu bisa jadi awalnya adalah sekedar iseng belaka sebagai bentuk pelarian namun harusnya disadari bahwa hal itu termasuk adegan berbahaya dan penuh resiko.
Seakan aku membayangkan Anisah layaknya seorang pawang Singa dalam sebuah sirkus. Walaupun terlihat akan baik-baik saja, namun itu bisa saja Singa itu akan 'menerkam' sang pawang jika ada sesuatu hal yang membuat sang Singa itu marah. Dan itu terlalu berisiko!.
Semoga semua baik-baik saja. Aamiin ya robbal a'lamin.

Dia yang pergi,
Akhirnya Anisah diterima sebagai PNS di luar kota, ia pun berpamitan ke semua teman-teman termasuk aku. Saat berpamitan denganku, aku sempat menanyakan hubungannya dengan kawanku, dan Anisah menjawab tidak ada hubungan apa-apa. Dan aku berharap ditempat barunya Anisah akan menemukan pasangan hidupnya yang terbaik. Aamiin...




BAGIAN EMPAT

Setelah dia pergi,
Sejak saat itu, aku ‘benar-benar move on'. Aku berprinsip, aku mung wayang, opa jare dalange ( aku hanya makluk, yang aku lakukan hanya menjalani apa yang telah di gariskan oleh Allah SWT ).  Semua kenangan pada ( bayangan ) Anisah telah aku simpan dan tutup rapat. Apalagi kini sudah ada wanita lain dalam kehidupanku.

Kecewa #3,
Puncak ke kecewaanku adalah saat mendengar kabar bahwa Anisah  ternyata benar-benar akan menikah dengan kawanku. Aku sangat kecewa, kekecewaanku bukan karena aku tak rela Anisah menikah dengan kawanku atau aku tak rela jika Anisah hidup bahagia dengan orang lain. Sekali lagi bukan itu!.
Aku kecewa dan tak percaya ini terjadi, karena ( menurutku ) Anisah telah memilih orang yang ( maaf ) salah!. Apalagi bukankah pada saat pamitan dahulu Anisah menyampaikan bahwa diantara mereka tidak ada hubungan apa-apa?. lalu, masihkah Anisah bisa dipercaya? Apakah tidak ada laki-laki lain?. Lantas apa yang sebenarnya terjadi???..
Sekarang, pertanyaannya terbesarnya adalah apa bisa hidup bahagia, jika sebuah rumah tangga dibangun tanpa dilandasi oleh kasih sayang?. Tak elok mencari kebahagian diri sendiri dengan mengabaikan kebahagiaan orang lain.

Kekhawatiranku,  
Tampaknya ini bukanlah akhir dari suatu cerita, namun justru awal dari keruwetan kehidupanku selanjutnya  ( mungkin juga bagi Anisah & bagi wanita teman dekat kawanku ).
Ah... mungkin aku terlalu baper.

Menikah, 
Singkat cerita, aku menikah dengan wanita pilihanku. Sementara itu Anisah pun akhirnya menikah dengan kawanku.



S e l e s a i .









Note : semestinya cerita ini melibatkan Aku, Anisah, Kawanku dan teman wanitaku. Namun aku fokuskan pada hubunganku dengan Anisah, karena itulah 'lakon'nya dalam kisah ini.