Selasa, 02 Juli 2019

90 Persen

Beberapa bulan sebelum Hari Raya Idul Fitri 1440 H / 2019 M di tempatku bekerja ada peristiwa yang cukup 'mengagetkan', yakni secara hampir bersamaan ada dua orang Supervisor / SPV yang mengajukan pengunduran diri / resign. 

Hal tersebut disebut cukup 'mengagetkan', karena selain ada dua SPV yang resign secara hampir bersamaan, juga karena salah satu dari SPV yang resign tersebut ( kata teman-teman ) adalah pejabat teras  yang sangat 'istimewa'. Istimewa karena hubungan beliau dengan atasan sangat dekat, mirip iklannya Telkomsel begitu dekat begitu nyata 😋. Sedangkan aku punya penilaian tersendiri tentang 'keistimewaan' pejabat teras tersebut, namun sepertinya tak perlu dibahas jika nantinya malah jadi fitnah. Dan ada baiknya biar kebanyakan orang saja yang menilai, sedangkan aku cukup mesem wae 😊.

***

Dalam suatu kesempatan, aku sengaja menemui sang pejabat teras ini untuk klarifikasi tentang kebenaran / rumor resignya sang pejabat teras tersebut, sekaligus bertukar pikiran tentang apa yang sebenarnya terjadi pada diriku hingga karirku 'terjatuh' dalam titik nadir terendah. Dan yang menjadi tanda tanya besar adalah aku tak pernah tahu tentang apa yang sebenarnya terjadi.

Lalu dengan gayanya yang khas, sang pejabat teras ini bercerita banyak tentang alasan resignya meskipun telah digadang-gadang jadi kepala cabang di Semarang, tentang keinginan untuk wirausaha, tentang rencana klaim BPJS Ketenagajerjaan yang akan digunakan sebagai modal wirausaha dan menutup hutang KPR dan lain-lain.

Selain alasan tersebut diatas, sang pejabat teras ini juga memaparkan tentang 'pesimisme kelangsungan hidup perusahaan'. Tentang gaya kepemimpinan cabang / pusat yang menurutnya tidak iyes, Tentang 'ketakutannya' akan diperlakukan / dijatuhkan seperti diriku, dimana aku yang sudah sekian lama bersamapun di 'begitukan' apalagi sang pejabat teras yang relatif baru diperusahaan. Tentang pembuktian tantangan manajemen yang di minta resign jika memang sudah tidak nyaman di perusahaan, Belum lagi tentang pendidikan yang harus minimal D III sementara sang pejabat teras ini hanya tamatan setara dengan SLTA dan tak mau melanjutkan sekolah lagi dan lain-lain.

Selanjutnya, ketika aku bertanya tentang sebab 'kejatuhan' karirku di tempat bekerja dan apa yang sebaiknya aku lakukan saat ini agar semua ( minimal ) tampak baik-baik saja. Dengan sedikit jeda, sang pejabat teras ini menuturkan, bahwa menurutnya sebab 'kejatuhanku' 90 persen adalah faktor persoalan pribadi pimpinan cabang kepadaku😔. Hal itu diperkuat dengan pernyataan-pernyataan berikutnya, namun ada baiknya tak perlu aku uraikan lebih detil, aku cukup menjadi pendengar yang baik untuk menyimak 'dengan seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya' tentang seputar hitam-putihnya sang pimpinan cabang.

Terkait tentang sebaiknya aku harus bagaimana agar semua tampak baik-baik saja, maka jawaban yang aku terima adalah aku harus bersabar dan itu jawaban klasik tapi tak mengapa aku suka.

Dan akupun jadi teringat tentang firman Allah SWT " innallāha ma'aṣ-ṣābirīn " sesungguhnya Allah SWT bersama orang-orang yang sabar.


***



Tidak ada komentar:

Posting Komentar