Sabtu, 06 Juli 2019

PUPUR ( Bedak : Indonesia )



cerita pendek


Siang ini cuaca terasa cukup panas, sinar matahari begitu menyengat. Suasana rumah yang aku tempatipun terasa gerah, selanjutnya aku berinisatif kedepan rumah hanya untuk sekedar mencari udara yang mengalir sepoi-sepoi di terpa angin. Bersamaan dengan itu, terdengar suara motor datang dan itu adalah istriku yang baru saja pulang untuk menghadiri undangan halal bihal bersama teman-temannya.  

Setelah istriku mengucapkan salam dan membuka helm yang dikenakannya, lalu istriku mendekatiku dan kemudian menempelkan ( diusek-usek : jawa )  telapak tangan kanannya ke dua pipinya bergantian kiri-kanan, kemudian tiba-tiba menempelkannya ke kedua pipiku dan secara terstruktur, sistematis dan masif sambil berkata berulang-ulang diringi tawa dengan meledekku, " Nyo, iki pupure, iki to sing sampeyan arep-arep?, seneng to?, iyo kan?"  ( Silahkan, ini bedaknya, inikan yang papa harapkan? senang kan? betul kan? ).😃😂

Usut punya usut, ternyata dalam acara Halal bi halal tadi, istriku sempat bertemu dan pika-piki dengan  teman wanita sepermainanku dahulu.

Begitulah cara istriku 'mentransfer' bedak  yang dipakai teman sepermainanku ke kedua pipiku. Dan cara itu tidaklah lazim, karena biasanya 'metode transfer' yang digunakan istriku adalah dengan cara langsung menempelkan kedua pipinya  ke dua pipiku sambil berkata seperti kata-kata diatas. Aku sampek apal 😂😂😂😂 



Tamat.






#salam pupur


Selasa, 02 Juli 2019

90 Persen

Beberapa bulan sebelum Hari Raya Idul Fitri 1440 H / 2019 M di tempatku bekerja ada peristiwa yang cukup 'mengagetkan', yakni secara hampir bersamaan ada dua orang Supervisor / SPV yang mengajukan pengunduran diri / resign. 

Hal tersebut disebut cukup 'mengagetkan', karena selain ada dua SPV yang resign secara hampir bersamaan, juga karena salah satu dari SPV yang resign tersebut ( kata teman-teman ) adalah pejabat teras  yang sangat 'istimewa'. Istimewa karena hubungan beliau dengan atasan sangat dekat, mirip iklannya Telkomsel begitu dekat begitu nyata 😋. Sedangkan aku punya penilaian tersendiri tentang 'keistimewaan' pejabat teras tersebut, namun sepertinya tak perlu dibahas jika nantinya malah jadi fitnah. Dan ada baiknya biar kebanyakan orang saja yang menilai, sedangkan aku cukup mesem wae 😊.

***

Dalam suatu kesempatan, aku sengaja menemui sang pejabat teras ini untuk klarifikasi tentang kebenaran / rumor resignya sang pejabat teras tersebut, sekaligus bertukar pikiran tentang apa yang sebenarnya terjadi pada diriku hingga karirku 'terjatuh' dalam titik nadir terendah. Dan yang menjadi tanda tanya besar adalah aku tak pernah tahu tentang apa yang sebenarnya terjadi.

Lalu dengan gayanya yang khas, sang pejabat teras ini bercerita banyak tentang alasan resignya meskipun telah digadang-gadang jadi kepala cabang di Semarang, tentang keinginan untuk wirausaha, tentang rencana klaim BPJS Ketenagajerjaan yang akan digunakan sebagai modal wirausaha dan menutup hutang KPR dan lain-lain.

Selain alasan tersebut diatas, sang pejabat teras ini juga memaparkan tentang 'pesimisme kelangsungan hidup perusahaan'. Tentang gaya kepemimpinan cabang / pusat yang menurutnya tidak iyes, Tentang 'ketakutannya' akan diperlakukan / dijatuhkan seperti diriku, dimana aku yang sudah sekian lama bersamapun di 'begitukan' apalagi sang pejabat teras yang relatif baru diperusahaan. Tentang pembuktian tantangan manajemen yang di minta resign jika memang sudah tidak nyaman di perusahaan, Belum lagi tentang pendidikan yang harus minimal D III sementara sang pejabat teras ini hanya tamatan setara dengan SLTA dan tak mau melanjutkan sekolah lagi dan lain-lain.

Selanjutnya, ketika aku bertanya tentang sebab 'kejatuhan' karirku di tempat bekerja dan apa yang sebaiknya aku lakukan saat ini agar semua ( minimal ) tampak baik-baik saja. Dengan sedikit jeda, sang pejabat teras ini menuturkan, bahwa menurutnya sebab 'kejatuhanku' 90 persen adalah faktor persoalan pribadi pimpinan cabang kepadaku😔. Hal itu diperkuat dengan pernyataan-pernyataan berikutnya, namun ada baiknya tak perlu aku uraikan lebih detil, aku cukup menjadi pendengar yang baik untuk menyimak 'dengan seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya' tentang seputar hitam-putihnya sang pimpinan cabang.

Terkait tentang sebaiknya aku harus bagaimana agar semua tampak baik-baik saja, maka jawaban yang aku terima adalah aku harus bersabar dan itu jawaban klasik tapi tak mengapa aku suka.

Dan akupun jadi teringat tentang firman Allah SWT " innallāha ma'aṣ-ṣābirīn " sesungguhnya Allah SWT bersama orang-orang yang sabar.


***