Sabtu, 19 Agustus 2017

ULTAH 20 TAHUN 'BERSAMA' CAK NUN

Edisi : 20 th di Jogja


Aku terjaga dari tidur tiba-tiba, aku lihat jam dinding menunjukkan pukul 01.30 WIB. Astagfirulloh.... bukankah aku sudah memasang alarm di HP ku pukul 00.00 WIB. Aku langsung bergegas menuju kamar mandi untuk ambil air wudhu. Setelah itu aku ganti pakaian untuk menunaikan sholat Tahajud plus witir. tak banyak rakaat yang aku kerjakan karena aku harus buru--buru untuk menghadiri acara 'mocopat syafaat' bersama Cak Nun dan Kiai Kanjengnya. 

Sekitar pukul 02.00 WIB aku meluncur ke lokasi pengajian Cak Nun ang berada sekitar 5 kilometer arah selatan tempat tinggalku. Setelah sekitar 15 menit perjalanan menembus dingainnya malam, aku sudah tiba dilokasi, lokasinya sendiri berada di tengah perkampungan yakni masuk gang yang tidak terlalu lebar. Sepeda motor aku parkir dengan ,tarifnya sebesar 3 ribu per-roda dua tapi mau ngasih lebih juga boleh hehehe... 

Aku menyusuri jalan dengan berjalan kaki menuju lokasi pengajian, sepanjang perjalanan nampak banyak sekali penjual kopi yang sekedar menjajakan makan dan minuman didepan rumah atau teras rumah warga. Ada juga lapak-lapak dadakan yang menjual peci, kaos atau buku karya Cak Nun. Sampai dilokasi terdapat layar proyektor berukuran besar dan sound system yang cukup besar. Hal tersebut di sediakan 'panitia' karena memang jumlah jamaah yang hadir benar-benar membludak. Maklum acara tersebut berpusat di halaman sekolah TK dan jamaahnya membludak hingga puluhan meter diluar lokasi utama.

Pengajian ini sebenarnya dimulai sekitar pukul 8 malam dan diakhiri sekitar pukul 4 pagi menjelang sholat subuh. Namun karena besok pagi aku masih harus kerja, maka sejak awak aku niatkan untuk hadir selepas jam 12 malam walau akhirnya 'blandang' dingga pukul setengah dua. Tapi aku masih bersyukur bisa bangun dan hadir di acara tersebut, karena acara tersebut digelar setiap bulan pada tanggal 17 malam.

Sejak beberapa hari, aku sudah berniat untuk hadir dalam acara Cak Nun, selain untuk mengikuti pengajian juga untuk 'memperingati ulang tahunku yang ke 20 di Jogja', sekaligus berkeinginan mencium tangan beliau sebagai bentuk penghormatanku kepada para ulama dan ditambah beberapa hari sebelumnya aku bermimpi bertemu beliau. Sekitar pukul 4 pagi acara di tutup dengan doa, selanjutnya banyak jamaah yang antri untuk bersalaman dengan Cak Nun dan itu termasuk, dan alhamdulliah aku bisa mewujudkan niatku untuk mencium tangan beliau. Amiin.... Alfatiha!.











Suwun Cak Nun ... salam kagem mbak Novia, kulo dados kelingan judul lagu 'asmara'. 

Jumat, 18 Agustus 2017

HARI PERTAMA DI JOGJA

edisi 20 th di Jogja


Hari ini adalah hari pertama aku bekerja di Jogja dan.......

Satu kata :  P e r i h  !...








Mungkin beberapa lirik lagu ini bisa bertutur  :

" Kau bukan dirimu lagi, 
   kau bukan yang dulu lagi.
   Kini kusadari sayang, 
   kau bukan dirimu ". Dewi Yull, Kau ukana dirimu

"  Aku juga masih punya perasaan
   Kalau ... tak cinta, kalau ... tak sayang
   Janganlah kau katakan pada semua orang
   Biar sudah benci cukup di dalam hati". Hamdan ATT, Bekas pacar
Tak percaya 'ku yang t'lah terjadi Tercabik hati ingin meronta Haruskah aku mengemis cinta ". Novia Kolopaking, Asmara 
" Aku bukan pengemis cinta ....  Persetan dengan cinta  Persetan dengan janji  Kalau harus menyakiti ". Jhonny Isakandar, Aku bukan pengemis cinta













HARI TERAKHIR DI SURABAYA

edisi : 20 th di Jogja

Adzan subuh berkumandang dari mushollah dekat rumahku. Segera Aku bangun dan menuju musholah yang kebetulan jaraknya sangat dekat rumahku. Selesai sholat, aku sempatkan untuk tidur lagi, rasanya kantuk masih menggelayut dimataku, maklum semalam aku 'menggelar' acara tirakatan 17-an sekaligus perpisahaan 'pindahan ke Jogja' bersama teman-teman kampung sampai sekitar jam dua dini hari. Acaranya hanya alakadarnya saja, kopi dan rokok adalah menu wajib, Kami hanya duduk ditikar sambil mendengarkan musik yang aku putar melalui tape recorder, beberapa kaset / lagu yang aku punya ( saat itu masih jamannya pita kaset ) kami putar, salah satu lagu / kaset yang masih aku ingat dan diputar berulang ulang malam itu adalah lagunya Stingky - mungkinkah, saking seringnya (mungkin karena lagunya enak ) sampai-sampai kasetnya diminta oleh temanku , padahal lagu / kaset itu adalah hasil aku minta ke 'teman'ku. intinya minta terus diminta hahaha....

Sekitar pukul tujuh pagi akau bangun dan mandi. selanjutnya aku menuju makam almarhum ayahku untuk 'berpamitan'. Ayahku disemayamkan tahun 1994, makam tersebut berjaraknya sekitar satu kilometer dari rumahku. Dimakam tersebut selain dimakamkan Ayahku, juga ada makam kakak perempuannku yang meninggal saat itu berusia sekitar  6-7 hari, juga ada makam kakak laki-lakiku yang meninggal diusia sekitar 40 hari. semoga Allah SWT memberikan tempat yang terbaik bagi mereka : Ayah, Saudara, tetangga, dan seluruh almarhum yang dimakamkan ditempat itu dan seluruh makam yang ada di dunia. amiiin... Al-fatihah!.

Selepas sholat dhuhur, setelah berpamitan ke Ibu dan saudara-saudaraku aku berangkat menuju ke Jogja. Saat itu aku hanya membawa pakaian harian dan kerja yang volumenya hanya sebesar satu kotak kardus bekas wadah kertas continues form. Aku berangkat ke stasiun Gubeng naik sepeda motor Astrea Star, Sesampai distasiun aku langsung menuju tempat paket pengiriman barang 'Herona Expres' untuk memaketkan sepeda motor yang aku bawa ke Jogja. Sepeda motor tersebut adalah milik perusahaan yang nantinya aku pakai sebagai kendaraan operasional untuk mendukung pekerjaanku sebagai seorang marketing. Sekitar jam satu siang, sahabatku sekaligus rekan kerjaku datang menemuiku untuk melepas kepergiaanku menuju Jogja. Sahabatku itu datang karena beberapa hari sebelumnya dia berkomitmen untuk datang ke stasiun, dia bernama Rudi Harto, pria kelahiran Campur darat Tulungagung - Jatim. Jaman itu, setiap pengantar masih diperbolehkan untuk mengantar penumpang masuk ke dalam ruang tunggu pemberangkatan, kami ngobrol selama hampir dua jam karena kereta Sancaka yang mengantarku ke Jogja sesuai jadwal akan berangkat jam tiga sore. Aku masih ingat, saat aku buka dompet, saat itu uangku tinggal Rp. 26.000,- dan saat itu tanggal 17 sedangkan gajian tanggal 28 maka aku kuatir tidak cukup untuk makan sampai 'hari gajian tiba', untuk itu tanpa sungkan aku sempat 'pinjam uang' sebesar Rp. 50.000,- dari sahabatku ini, dengan harapan aku tetap bisa hidup sampai tanggal 28 hehehe...

Tak terasa waktu telah menunjukkan hampir pukul tiga sore, petugas stasium memberi informasi via pengeras suara agar semua calon penumpang KA Sancaka untuk masuk ke gerbong kereta. Untuk terakhir kalinya aku menjabat tangan dan meminta maaf atas semua hal yang pernah aku lakukan pada sahabatku ini. Tak kusangka, temanku ini justru tidak menjawab, namun aku lihat di kedua pelupuk matanya mengeluarkan air mata sambil menepuk-nepuk pundakku. ( hik hik hik.... pingin nangis juga!! ). Setelah itu, aku masuk kedalam gerbong kereta api dan mencari tempat dudukku. Kerata mulai berjalan pelan meninggalkan satsiun, aku lihat dari jendela kaca, Rudi sahabatku itu masih setia berdiri samping gerbang yang aku naikki sambil melambaikan tangannya, dia terus tersenyum membalas setiap lambaian tanganku, namun matanya masih tampak sembab oleh air mata perpisahan. Ini tulus!!!.    

Dalam perjalanan, masih ingat keseruan tentang sahabatku ini, Dialah dan aku adalah sosok seorang 'guru yang gagal',  bagamana tidak, dialah yang mengajariku merokok namun aku tak pernah menemukan nikmatnya merokok, saat itu rokoknya A Mild hijau. sedangkan aku pernah ngajari minum jamu pegel linu menggunkan telok ayam kampung mentah, namun justru dia munta sejadi-jadinya meskipun saat minum jamu hidungnya telah ditutup dengan kedua jari tangannya dengan alasan amis!. hahaha.... Hal lain, meskipun aku telah meminjam uang Rp. 50.000,- namun gitarku yang merek Genta seharga Rr. 425.000,- itu masih 'dibawa' oleh sahabatku ini, jadi kalau salah pikir-pikir, sebenarnya aku masih rugi Rp. 375.000,- hahaha....

Salam kangen sahabatku Rudi...


















Rabu, 16 Agustus 2017

MALAM TIRAKATAN 17-an, MALAM TERAKHIR DI SURABAYA

edisi : 20th di Jogja

Bila ku ingat saat itu, tanggal 16 Agustus 1997 adalah malam terakhirku di kota Surabaya sebelum pindah / merantau / hijrah ke kota Yogakarta. Selepas sholat Isya' seperti malam tahun-tahun sebelumnya, dikampungku selalu diadakan malam tirakatan dalam rangkah memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia. Acara di adakan di sepanjang gang kampung dengan beralaskan tikar. Acara dimulai dengan sambutan ketua RT dan ditutup dengan doa, yang dipimpin oleh seorang modin / pemuka agama dan diakhiri dengan makan bersama dengan cara tukar menukar makanan yang telah dibawa oleh masing-masing warga. 

Selain tirakatan, Ada yang aku ingat tentang peristiwa besar dalam kehidupanku malam itu, yaitu tentang 'alasan kepindahanku ke Jogja' paska terbitnya surat tugas dari perusahaan untuk bertugas di posisi baru di cabang baru. Selepas sholat Maghrib dari mushola yang jaraknya sangat dekat dengan rumah orang tuaku. Untuk terakhirnya aku pamitan sekaligus meminta doa restu Ibuku, orang tua satu-satunya yang masih hidup, sedangkan ayahku sudah tiga tahun sebelumnya dipanggil oleh Allah SWT. Saat aku berpamitan, terpancar rasa berat dari raut wajah Ibuku, bagaimana tidak, saat itu ayahku telah meninggal dan kebutuhan sehari-hari ditopang pensiunan ayahku yang seorang purnawirawan TNI AL berpangkat PELTU, sedangkan ke dua kakakku, masih berproses membina rumah tangga yang relatif baru sehingga harus banting tulang mencari ridho ilahi untuk menghidupi keluarganya. Praktis ( syukur alhamdulillah ) aku harus mengambil posisi sebagai penyangga ekonomi keluarga membantu setidaknya membiayai sekolah adik-adikku.

Saat itu Aku sampaikan kepada ibuku, bahwa kepindahanku / merantau / hijrah ke Jogja ini Aku niatkan, yang pertama adalah berhijrah, ( maaf ) rasulullah pun berhijrah dengan berjuang dan berkorban untuk 'sesuatu' yang lebih baik. Belum lagi ( maaf ) kultur budaya ( tidak semua ) masyarakat Surabaya yang relatif lebih keras dan lain-lain itu membuatku kurang simpatik. Yang kedua adalah menjalin silaturahmi dengan keluarga almarhum Bapakku, kebetulan Almarhum Bapakku bersal dari daerah Kuningan Jawa Barat dan secara geografis Jogja berada di tengah tengah tengah antara Surabaya dan daerah Kuningan Jawa Barat, jadi aku harus mengambil posisi tengah-tengah yang bisa menjadi penghubung / wakil keduanya. Apalagi jika disambungkan dengan HR. Abu Dawud & Ibnu Majah, yg di sahihkan oleh Ibnu Hibban, " Suatu saat kami pernah berada di sisi Rasulullah 'alaihi wa sallam. Ketika itu ada datang seseorang dari Bani salimah, ia berkata, " Wahai Rasulullah, apakah masih ada bentuk berbhakti kepada kedua orang tuaku ketika mereka telah meninggal dunia?" Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, " Iya masih tetap ada bentuk berbhakti pada keduanya, ( bentuknya adalah ) mendoakan keduanya, memeinta ampun untuk keduanya, memenuhi janji mereka setelah meninggal dunia, menjalin hubungan silaturahim ( kekerabatan ) dengan keluarga kedua orang tua yang tidak pernah terjalin dan memuliakan teman dekat keduanya."

Untuk lebih meyakinkan Ibuku, aku juga menambahi argumentasiku dengan berkata, " Maaf Ibu, lambat atau cepat kita pasti akan berpisah, dan kematian adalah yang pasti akan memisahkan kita, untuk itu anakmu ini mohon doa restunya". Saat itu ibu hanya menjawab dengan menganggukkan kepala sebagai tanda ( insyallah ) restu beliau. Aku menghela nafas legas, kemudian ibuku berpesan kepadaku, " Jangan lupa selalu bersyukur, banyak bersabar, dan jangan tinggalkan sholat / berdoa. Hidup jangan dibuat susah, kalau kamu susah, jangan terlalu dipikir, makan saja yang banyak,". kalimat terakhir itu membuatku geli, ternyata Ibuku juga bisa ngelawak. Ha ha ha ....

Tak terasa terdengar suara adzan Isya', bersamaan dengan itu, ketiga adikku perempuan yang kembar, yang saat itu masih berumur 9 tahun atau kelas 3 SD datang menghampiriku sambil berkata, " Niku sinten mas?, mirip kale Nunung Srimulat!." sambil menunjuk lembaran phas photo seorang wanita ukuran 20 R yang tergeletak diatas meja tamu tempat aku dan ibuku berbicara. " Oo.. itu 'teman'nya mas dadang", " Salam nggih?" kata semua adikku kompak sambil ngeloyor pergi cekikik-an. Melihat itu, Ibuku sambil mencolek tanganku sambil menunjuk ke photo itu juga ikut bertanya dengan penasaran, " Iku terusanne yok opo?", 
" Begini Buk, selain hal-hal tadi, dalam mengawali hidup baru saya, maka saya harus menata sejak awal khususnya hubungan saya dengan Dia, Saya sudah memberanikan diri untuk mengatakan 'suka', namun dia 'menolak' dan hanya mengajak 'berteman' saja, itu tidak masalah, lumrah!, semua sudah jelas dan insyaallah lebih 'terang benderang' setidaknya dalam mengawali hidup di Jogja tidak terjadi lagi kesalahan yang sama seperti saat di Surabaya". Mendengar jawaban itu, Ibuku hanya tersenyum. Ibuku menanyakan hal ini karena beliau pernah saya 'curhati' tentang seorang wanita yang secara terang-terangan menyatakan 'suka' padaku namun dengan berat hati aku 'menolak', hingga akhirnya ia kecewa dan aku tidak mau hal itu terjadi padanya -- orang yang mirip Nunung Srimulat kata adikku--.



Note :

Untuk adikku kembar, maaf ya dik 'salamnya' tidak pernah tersampaikan, maafkan masmu.... hik hik pingin nangis!.




Selasa, 15 Agustus 2017

SURAT UNTUK dik SRI

edisi : 20 th di Jogja


Dik Sri,
Apa kabar? semoga kabarmu baik-baik saja, amiin...

Aku masih ingat betul, kapan saat aku mengucapkan ketertarikanku pada dik Sri. Dan saat Aku tahu jawaban dik Sri bahwa kita 'berteman saja' bagiku itu hal yang lumrah saja. Bahasa kerennya 'itu adalah resiko perjuangan' dan aku mesti harus siap. Kata orang, laki-laki menang milih dan perempuan menang nolak, sedangkan posisiku sudah jelas, maksudku jelas ditolak!. hahaha... 

Waktu terus berlalu, hingga dugaanku 'sepertinya' benar. Kamu mengambil keputusan menolakku karena ada yang mempengaruhimu, dan Dia adalah temanmu, teman kita. Mungkin ini yang namanya 'salah memilih teman'. Mengapa salah?. ya.... karena teman yang kau dengar pendapatnya agar kau menolakku justru dia sendiri yang menaruh hati padaku. Lucu ya?......

Berikut ini isi suratnya !!!


Yogya, 16 Des '97
00.10 WIB

Ass wr wb,
Emas cayank,
         Hallo lagi ngapain? Tentunya lagi baca ya. Mas, masku kan yg paling cakep, paling macho, paling baik hati & paling segala2nya....ngerayu nih ye! se-kali2 khan nggak apa2 ya ( sering juga boleh khan?!!?)
     Aduh panggilnya koq emas ya rasanya udah umum gitu khan lebih enaknya aku panggilnya Yayang aja ya biar mesra.... gitu... Pasti saat ini Yayang lagi ketawa ya? dan itu paling aku suka & terakhir  (  walau  saat  ini  ngomomnga  dalam  hati pasti bilang ... GOMBAL ... ). Gini lho yang, kan besuk sore Yayang nganter ibu L ke stasiun, aku ngikut pura2nya nganterin tapi setelah itu kita nganterin orang yang belum tahu Yogya dan dia pengen piknik ke Parang Tritis + Kaliurang walau cuma bentar2. Yayang mau khan tolongin aku...please... help me dear... Janji deh ntar kalau capek tak pijiti tapi cuman jentik'ane aja hi...hi....hi... Ditanggung ilang cakepnya...lho...lho... nggak mau khan pasti takut ilang khan... Atau hadiahnya pika-piki ya deh ntar malemnya aja begitu tarik selimut pasti dapat, tapi kalau selimutnya nggak ditarik ya nggak dapat. Jangan khawatir akimodasi gratis!. Tapi Yayang diem2 aja supaya lainya nggak tahu & nggak ngiri. Makanya aku ngomongnya pun lewat surat.
           Kalau ada usulan tulis surat aja biar nggal nyolok. Apa yayang nggak pengen lihat lagi rodanya dokar yang mluntir itu  hi...hi.... Kamu tambah cakep lho Yang kalau ketawa....swear nggak ngegombal aku. Gimana doktermu udah beres semua, aku doain sukses ya dan jadi yang paling di Jogja malah kalau bisa di seluruh Pxxxxxx.  Udahan ya Yang sampai ketemu disurat berikutnya."Met bekerja & sun sayang.

Wass
Your's




































Dik Sri... 
Ada cerita menarik dibalik surat itu.

Suatu sore di bulan Maret  tahun 1998. Seorang wanita -- yang kini telah jadi istriku -- datang ke tempat kosku. Dia datang masih menggunakan baju seragam kerja, sepertinya dia baru pulang dari lembur dikantor. Aku menemuinya setelah pintu kamarku diketuk oleh bu Hadi sang pemilik kosku, sedangkan saat itu posisiku kebetulan sedang santai sambil mendengarkan radio.

Aku temui wanita itu, aku persilahkan dia duduk dikursi yang ada di teras / ruang tamu. Dia tidak bicara apa-apa, wajahnya bersedih, dia hanya diam sambil sesekali menyeka air matanya yang menetes, kedua jari tangannya di mainkan nampak dengan penuh kejengkelan yang sangad. " Ada apa? " Tanyaku padanya, dan diapun hanya terdiam dan terus menyeka air matanya. 

Setelah aku anggap keadaan sudah membaik, setelah dia menumpahkan air matanya dan setelah dia menumpahkan kejengkelannya, akupun mengulangi pertanyaanku kepadanya, " Ada apa? ". Sambil menunduk dia menjawab, " Mengapa begitu berat hubungan ini, Aku sudah berusaha sabar dan sabar namun aku selalu dipersalahkan. semua orang dipengaruhinya, semua pekerjaanku menurutnya salah semuanya tidak ada yang benar, Apalagi......." Sampai pada kalimat tersebut, suaranya terhenti sejenak sambil sesenggukan. lalu dia melanjutkan kalimatnya. " ..... Apalagi aku ( merasa ) dituduh merebut sampean dari orang lain."  selesai mengatakan hal itu, dia kembali sesenggukan.

Mendengar hal yang disampaikannya itu aku sudah mengerti mengapa dan oleh siapa dia diperlakukan seperti itu. ya dia adalah your's sang penulis surat diatas sekaligus atasan dari wanita yang datang ke kosku itu. Aku berdiri meninggalkan wanita itu tanpa permisi, karena aku merasa itu adalah masalah mudah. Aku menuju kamarku, kemudian aku ambil surat dari mbak your's yang aku simpan di lemari baju dan aku serahkan ke wanita tersebut. Tidak ada kata yang aku ucapkan hingga wanita itu paham sendiri apa sebenarnya yang terjadi. Setelah membaca surat tersebut dia pulang dengan tanpa air mata. 

Dik Sri...
Itulah cerita menarik tentang surat itu, surat itu bisa menyelesaikan masalah tanpa aku harus berkata-kata.