Jumat, 18 Agustus 2017

HARI TERAKHIR DI SURABAYA

edisi : 20 th di Jogja

Adzan subuh berkumandang dari mushollah dekat rumahku. Segera Aku bangun dan menuju musholah yang kebetulan jaraknya sangat dekat rumahku. Selesai sholat, aku sempatkan untuk tidur lagi, rasanya kantuk masih menggelayut dimataku, maklum semalam aku 'menggelar' acara tirakatan 17-an sekaligus perpisahaan 'pindahan ke Jogja' bersama teman-teman kampung sampai sekitar jam dua dini hari. Acaranya hanya alakadarnya saja, kopi dan rokok adalah menu wajib, Kami hanya duduk ditikar sambil mendengarkan musik yang aku putar melalui tape recorder, beberapa kaset / lagu yang aku punya ( saat itu masih jamannya pita kaset ) kami putar, salah satu lagu / kaset yang masih aku ingat dan diputar berulang ulang malam itu adalah lagunya Stingky - mungkinkah, saking seringnya (mungkin karena lagunya enak ) sampai-sampai kasetnya diminta oleh temanku , padahal lagu / kaset itu adalah hasil aku minta ke 'teman'ku. intinya minta terus diminta hahaha....

Sekitar pukul tujuh pagi akau bangun dan mandi. selanjutnya aku menuju makam almarhum ayahku untuk 'berpamitan'. Ayahku disemayamkan tahun 1994, makam tersebut berjaraknya sekitar satu kilometer dari rumahku. Dimakam tersebut selain dimakamkan Ayahku, juga ada makam kakak perempuannku yang meninggal saat itu berusia sekitar  6-7 hari, juga ada makam kakak laki-lakiku yang meninggal diusia sekitar 40 hari. semoga Allah SWT memberikan tempat yang terbaik bagi mereka : Ayah, Saudara, tetangga, dan seluruh almarhum yang dimakamkan ditempat itu dan seluruh makam yang ada di dunia. amiiin... Al-fatihah!.

Selepas sholat dhuhur, setelah berpamitan ke Ibu dan saudara-saudaraku aku berangkat menuju ke Jogja. Saat itu aku hanya membawa pakaian harian dan kerja yang volumenya hanya sebesar satu kotak kardus bekas wadah kertas continues form. Aku berangkat ke stasiun Gubeng naik sepeda motor Astrea Star, Sesampai distasiun aku langsung menuju tempat paket pengiriman barang 'Herona Expres' untuk memaketkan sepeda motor yang aku bawa ke Jogja. Sepeda motor tersebut adalah milik perusahaan yang nantinya aku pakai sebagai kendaraan operasional untuk mendukung pekerjaanku sebagai seorang marketing. Sekitar jam satu siang, sahabatku sekaligus rekan kerjaku datang menemuiku untuk melepas kepergiaanku menuju Jogja. Sahabatku itu datang karena beberapa hari sebelumnya dia berkomitmen untuk datang ke stasiun, dia bernama Rudi Harto, pria kelahiran Campur darat Tulungagung - Jatim. Jaman itu, setiap pengantar masih diperbolehkan untuk mengantar penumpang masuk ke dalam ruang tunggu pemberangkatan, kami ngobrol selama hampir dua jam karena kereta Sancaka yang mengantarku ke Jogja sesuai jadwal akan berangkat jam tiga sore. Aku masih ingat, saat aku buka dompet, saat itu uangku tinggal Rp. 26.000,- dan saat itu tanggal 17 sedangkan gajian tanggal 28 maka aku kuatir tidak cukup untuk makan sampai 'hari gajian tiba', untuk itu tanpa sungkan aku sempat 'pinjam uang' sebesar Rp. 50.000,- dari sahabatku ini, dengan harapan aku tetap bisa hidup sampai tanggal 28 hehehe...

Tak terasa waktu telah menunjukkan hampir pukul tiga sore, petugas stasium memberi informasi via pengeras suara agar semua calon penumpang KA Sancaka untuk masuk ke gerbong kereta. Untuk terakhir kalinya aku menjabat tangan dan meminta maaf atas semua hal yang pernah aku lakukan pada sahabatku ini. Tak kusangka, temanku ini justru tidak menjawab, namun aku lihat di kedua pelupuk matanya mengeluarkan air mata sambil menepuk-nepuk pundakku. ( hik hik hik.... pingin nangis juga!! ). Setelah itu, aku masuk kedalam gerbong kereta api dan mencari tempat dudukku. Kerata mulai berjalan pelan meninggalkan satsiun, aku lihat dari jendela kaca, Rudi sahabatku itu masih setia berdiri samping gerbang yang aku naikki sambil melambaikan tangannya, dia terus tersenyum membalas setiap lambaian tanganku, namun matanya masih tampak sembab oleh air mata perpisahan. Ini tulus!!!.    

Dalam perjalanan, masih ingat keseruan tentang sahabatku ini, Dialah dan aku adalah sosok seorang 'guru yang gagal',  bagamana tidak, dialah yang mengajariku merokok namun aku tak pernah menemukan nikmatnya merokok, saat itu rokoknya A Mild hijau. sedangkan aku pernah ngajari minum jamu pegel linu menggunkan telok ayam kampung mentah, namun justru dia munta sejadi-jadinya meskipun saat minum jamu hidungnya telah ditutup dengan kedua jari tangannya dengan alasan amis!. hahaha.... Hal lain, meskipun aku telah meminjam uang Rp. 50.000,- namun gitarku yang merek Genta seharga Rr. 425.000,- itu masih 'dibawa' oleh sahabatku ini, jadi kalau salah pikir-pikir, sebenarnya aku masih rugi Rp. 375.000,- hahaha....

Salam kangen sahabatku Rudi...


















Tidak ada komentar:

Posting Komentar